idteknologi.com – Posyandu sering dianggap sekadar meja timbang bayi sebulan sekali. Padahal, posyandu sesungguhnya jantung layanan kesehatan dasar di tingkat keluarga. Karena itu, ketika Bupati Barito Selatan (Barsel) Eddy Raya Samsuri membuka Rakerda TP-PKK sekaligus rakor tim pembina posyandu, sesungguhnya ia sedang mendorong pembaruan cara pandang terhadap posyandu. Bukan lagi program pelengkap, melainkan garda depan pencegahan stunting, gizi buruk, hingga kematian ibu dan bayi.
Momen ini penting bagi masa depan layanan posyandu di Barsel. Kolaborasi Bupati bersama Ketua TP-PKK Hj. Permana Sari menandai penguatan peran posyandu sebagai simpul edukasi kesehatan keluarga. Bukan hanya urusan penimbangan balita, namun juga ruang dialog ibu-ibu, remaja, bahkan lansia tentang pola hidup sehat. Pertanyaannya, sanggupkah posyandu bertransformasi dari rutinitas seremonial menjadi gerakan sosial yang hidup di tengah masyarakat?
Rakerda TP-PKK: Menyusun Arah Baru Posyandu Barsel
Rakerda TP-PKK tingkat kabupaten memberi panggung bagi evaluasi menyeluruh kinerja posyandu. Di ruang rapat, bukan cuma laporan disampaikan, tetapi juga kegelisahan: masih banyak posyandu sepi kunjungan, kader kewalahan, sarana terbatas. Di sisi lain, tuntutan kian besar. Posyandu diharapkan sanggup menjawab tantangan stunting, pernikahan dini, hingga penyakit tidak menular. Rakerda menjadi wadah mencari cara agar posyandu tidak tertinggal dari kebutuhan zaman.
Posisi TP-PKK di sini sangat strategis. Struktur hingga tingkat desa membuat gerak TP-PKK menyentuh langsung keluarga. Posyandu membutuhkan sentuhan organisasi ini, sebab TP-PKK terbiasa mengelola gerakan bermuatan edukasi. Kolaborasi keduanya berpotensi melahirkan model posyandu yang lebih kreatif. Misalnya, posyandu tematik, kelas ibu muda, pojok baca gizi, atau sesi konseling remaja. Rakerda memberi ruang merancang inovasi semacam itu secara terukur, bukan sekadar wacana manis.
Dari sudut pandang pribadi, saya melihat Rakerda ibarat dapur strategi posyandu. Di sinilah bahan mentah berupa data, keluhan, dan pengalaman kader diolah menjadi resep kebijakan. Jika proses ini dikerjakan serius, posyandu Barsel bisa berkembang melampaui peran tradisional. Namun, syaratnya jelas: keputusan Rakerda harus ditindaklanjuti sampai ke tingkat dusun. Tanpa pelaksanaan konsisten, posyandu hanya ramai di atas kertas, sunyi di lapangan.
Rakor Tim Pembina: Menguatkan Fondasi Layanan Posyandu
Rapat koordinasi tim pembina posyandu memberi penekanan berbeda. Fokus pertemuan menyasar aspek teknis: pembinaan, supervisi, hingga sinergi lintas sektor. Posyandu tak bisa berdiri sendiri. Kader perlu dukungan puskesmas, dinas kesehatan, bahkan dinas pendidikan serta dinas sosial. Rakor semacam ini membantu menyusun peta kerja jelas. Siapa melakukan apa, sampai kapan, serta bagaimana ukuran keberhasilan.
Pembinaan posyandu idealnya tidak terbatas pada pelatihan awal kader. Kader perlu penyegaran rutin, terutama terkait pengetahuan gizi, cara komunikasi, serta pencatatan data. Di banyak daerah, posyandu masih lemah dari sisi administrasi. Padahal, data posyandu dapat menjadi dasar perencanaan anggaran kesehatan. Melalui rakor, tim pembina bisa menyepakati mekanisme pendampingan berkala, sehingga kualitas posyandu meningkat serentak, bukan tambal sulam.
Menurut pandangan saya, inti rakor tim pembina terletak pada keberanian mengakui kelemahan. Posyandu kerap diplot sebagai program sukses tanpa cacat. Namun di balik itu, ada kader lelah, alat ukur rusak, atau ruangan menumpang. Rakor semestinya menjadi forum jujur untuk membahas kendala semacam itu. Bukan untuk saling menyalahkan, tetapi mencari solusi realistis. Transparansi ini justru mengangkat martabat posyandu sebagai layanan publik serius, bukan sekadar simbol seremonial.
Transformasi Posyandu: Dari Meja Timbang ke Pusat Gerakan Keluarga Sehat
Ke depan, posyandu perlu diposisikan sebagai pusat gerakan keluarga sehat. Rakerda TP-PKK serta rakor tim pembina di Barsel membuka peluang ke arah tersebut. Namun transformasi posyandu tidak bisa hanya bertumpu pada pidato Bupati maupun program TP-PKK. Kunci sesungguhnya terletak pada partisipasi warga. Posyandu akan hidup jika masyarakat merasa memiliki. Pemerintah wajib menyiapkan kebijakan, anggaran, serta pembinaan. TP-PKK menggerakkan jaringan. Nakes memberi pendampingan ilmiah. Kader menjaga nyala di tingkat tapak. Masyarakat menghadirkan kehadiran. Dari sinilah posyandu bangkit, bukan sebagai rutinitas bulanan, melainkan sebagai ruang tumbuh bersama menuju Barsel yang lebih sehat, tangguh, serta reflektif terhadap masa depan generasi mudanya.
